HI THERE ! WELCOME TO TRINITY RADIO BROADCASTING NETWORK

Rabu, 09 Juli 2008

Hak Atas Informasi
Kamis, 17 Juni 2004 | 12:37 WIB

TEMPO Interaktif

Pada tahun 1990-an sebuah instansi pemerintah di bidang pertanian membatasi akses informasi atas laporan penelitian. Keputusan ini diambil setelah seorang wartawan mengutip sebuah informasi yang mungkin diluar konteks yang mempengaruhi pendapat umum secara negatif. Menurut pejabat instansi tersebut si wartawan seharusnya membaca secara keseluruhan laporan penelitian itu dan jangan hanya mengutip sebagian informasi yang bisa menimbulkan gejolak. Apakah kasus diatas merupakan pengecualian yang disebut dalam pasal 2 atau pasal 14 RUU tentang kebebasan memperoleh informasi masih dapat diperdebatkan. Menurut saya pembatasan oleh instansi tersebut sebetulnya tidak sah karena laporan penelitian yang dibiayai oleh anggaran pemerintah itu sudah menjadi milik publik, sesuai dengan prinsip no. 17 dari Johannesburg Principles. Kasus yang hampir sama terjadi pula di Amerika Serikat beberapa dekade yang lalu. Sebuah majalah mahasiswa universitas Harvard memuat artikel bagaimana membuat sebuah bom atom dengan agak rinci. Pemerintah AS menuduhnya mencuri rahasia negara yang segera dijawab bahwa informasi itu didapatnya justru dari laporan penelitian pemerintah yang ada di perpustakaan-perpustakaan. Sekarang inipun banyak terdapat informasi yang diperoleh media dari pejabat atau laporan pemerintah yang dapat menimbulkan gejolak ekonomi maupun gejolak politik, seperti misalnya laporan BIN (Badan Intelijen Nagara). Selama ini hanya media, tentu dengan mengatasnamakan kepentingan publik, yang mempersoalkan hambatan untuk memperoleh informasi. Tetapi bagaimana dengan publik itu sendiri. Selama ini yang terlihat hanya mahasiswa yang memerlukan informasi dari badan publik untuk pembuatan skripsi, tesis atau disertasi. Belum ada keluhan yang terdengar di media masa mengenal hal ini. RUU tentang kebebasan memperoleh informasi menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi (Pasal 5). Definisi informasi itu sendiri itupun bermacam-macam, tergantung dari bidang profesi atau keilmuan masing-masing. Definisi informasi yang dipakai disini ialah yang ada dalam RUU tentang kebebasan informasi, yaitu "bahan-bahan yang mengandung unsur-unsur yang dapat dikomunikasikan, fakta-fakta, data atau segala sesuatu yang dapat menerangkan suatu hal dengan sendirinya atau melalui segala sesuatu yang telah diatur melalui bentuk dokumen, file, laporan, buku, diagram, peta, gambar, foto, film, visual, rekaman suara, rekaman melalui komputer atau metode lain yang dapat ditampilkan". Selanjutnya informasi dapat pula dalam bentuk kepustakaan (literatur) atau dalam bentuk siap pakai yang diperoleh dari hasil penelusuran, analisa, evaluasi yang berdasarkan atas kepustakaan dan pengetahuan seorang ahli yang isinya sahih dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan sesuai dengan permintaan, disamping dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, tepat, murah dan sederhana seperti yang tertera dalam RUU tersebut diatas.

Selanjutnya RUU itu mewajibkan badan publik untuk menyimpan, mendokumentasikan, dan menyediakan informasi yang berada dibawah penguasaannya secara utuh dan dalam kondisi yang baik secara tepat waktu, murah dan sederhana. Sekiranya RUU ini nanti diundangkan maka akan ada pembenahan besar-besaran dalam badan publik itu untuk menata kembali pendokumentasian dari infomasi tersebut. Unit yang akan menangani pendokumentasian tentu akan termasuk unit hubungan masyarakat, unit dokumentasi, unit arsip dinamis atau sering disamakan dengan “record management” bagian penerbitan, dan mungkin ada bagian-bagian lain. Yang paling lemah dari unit-unit ini adalah bagian arsip dinamis dan dokumentasi dan dari kinerja unit-unit itulah semua pertanyaan dapat diperoleh jawabannya dengan cepat, tepat waktu, tepat, murah dan sederhana itu, seperti yang dikehendaki oleh RUU tersebut. Apa yang sebetulnya menjadi kelemahan atau masalah dengan unit arsip dinamis dan dokumentasi itu ? Disini akan dicoba memberi sedikit persoalan yang dihadapi unit--unit tersebut. Bagian arsip tidak menerapkan sistem pengarsipan pemerintah yang seragam dan menjadi tempat pembuangan orang-orang yang tidak disukai. Hanya ada sebuah sekolah arsip di Indonesia dan tak banyak pula disukai calon mahasiswa. Yang agak rumit ialah unit dokumentasi. Pengertian dokumentasipun bisa bermacam-macam pula, tetapi yang dipakai disini ialah pengertian yang ada dalam Peraturan Presiden no. 20 tahun 1961 tentang tugas kewajiban perpustakaan dan dokumentasi yang tidak begiitu jelas menguraikan apa itu pekerjaan dokumentasi. Tetapi beberapa unit dokumentasi pekerjaannya seperti sebuah pepustakaan dan ada pula yang hanya mengelola kliping dan foto/film saja. Untuk jelasnya disebutkan dibawah ini pekerjaan yang dilakukan oleh dokumentasi menurut Peraturan Presiden itu. Dokumentasi menjalankan pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut: - menyediakan keterangan-keterangan yang dikutip, disadur, diterjemahkan, disaring, difotokopi atau direkam dari segala dokumen pustaka; - memberitahukan perihal tersedianya keterangan-keterangan itu; Atas permintaan menyusun suatu dokumen baru sebagai lanjutan dari pada usaha dimaksudkan pada huruf a. (Pasal 2) Peraturan Presiden itu membatasi dokumentasi literer saja, yang didalamnya termasuk karya tulis dan karya rekam dan tidak termasuk dokumen korporil atau benda. Karena Peraturan Presiden itu telah ketinggalan zaman maka dirasakan perlunya sebuah peraturan baru tentang tugas kewajiban dokumentasi di lingkungan badan publik. Sesudah itu diperlukan pula semacam pedoman sistem pendokumentasian yang sebaiknya seragam dipakai oleh badan-badan publik. Kedua pekerjaan ini akan memerlukan waktu yang lama dan tentu anggaran yang memadai disamping merekrut dokumentalis yang terampil. Karena Indonesia ini terlalu luas maka diperlukan saluran atau beberapa saluran untuk mengakses informasi tersebut. Salah satu saluran itu ialah melalui internet. Dengan demikian setiap badan publik, terutama badan pemerintah seperti departemen dan lembaga pemerintah non departemen sudah harus mempunyai sistem informasi yang dapat diakses oleh publik, sesuai dengan Keputusan Presiden mengenai tugas kewajiban badan tersebut dan seperti yang diinginkan oleh Kepala Lembaga Informasi Nasional. Salah satu saluran yang sering dilupakan ialah Perpustakaan Daerah yang seharusnya mempunyai seluruh penerbitan daerah juga menyediakan sarana internet Karangan singkat ini saya tutup dengan sebuah cerita yang terjadi dalam zaman ORBA dan sekarang kata orang masih demikian juga keadaannya untuk direnungkan dan diambil hikmahnya.Kalau anda berkesempatan pergi ke sebuah universitas terkenal di Amerika Serikat singgahlah di perpustakaan pusatnya. Di sana Anda akan dengan mudah menemukan lebih banyak kepustakaan Indonesia, baik yang terbit di Indonesia maupun tentang Indonesia yang dikeluarkan di luar negeri yang sulit ditemukan di Indonesia, termasuk dokumen yang dikategorikan rahasia negara itu. Bahkan di negara lain didapatkan juga kumpulan dokumen korporil, seperti spanduk, selebaran, dan bahan sejenis yang di negeri kita sendiri tidak didokumentasikan. (ZT) _____________________________ Penulis adalah Mantan Kepala Biro Kepustakaan dan Dokumentasi Komnas HAM, Peneliti di PDII-LIPI CATATAN: Instrumen HAM regional dan internasional tentang akses atas informasi (access to information) atau kebebasan untuk memperoleh informasi (freedom of information/ right to know) terdapat dalam: DUHAM 19/ICCPR 9.23; 19.2/ECHR 10/ACHPR 9/SMRTP 39/CEDAW 10;14/CRC-17/Convention on the international to correction) Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan- keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun dan dengan tidak memandang batas-batas. Pasal 9 (2) Kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik Setiap orang yang ditahan pada saat penahanannya itu harus diberitahukan tentang alasannya, dan harus secepat mungkin diberitahukan tentang segala tuduhan atasnya. Pasal 19 (2) Kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat/ mengungkapkan diri; dalam hal ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi informasi/keterangan dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan pembatasan-pembatasan, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau sarana lain menurut pilihannya sendiri. Pasal 10 (1) Konvensi Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat /mengungkapkan diri. Dalam hal ini termasuk kebebasan memegang opini dan untuk menerima dan memberi informasi dan gagasan tanpa campur tangan dari pihak berwenang tanpa memperhatikanpembatasan-pembatasan. Pasal ini tidak melindungi negara dari persyaratan surat izin siaran radio, televisi dan perusahaan film Pasal 9 Piagam Afrika Tentang Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Rakyat (1) Setiap orang berhak untuk menerima keterangan. (2) Setiap orang berhak untuk mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapatnya dalam batas-batas hukum. Pasal 39 Peraturan-peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana Para narapidana harus terus diberi informasi secara teratur mengenai artikel-artikel berita yang lebih penting dengan membaca surat kabar, penerbitan-penerbitan berkala atau lembaga penerbitan khusus, dengan mendengarkan siaran-siaran radio, dengan kuliah-kuliah, atau dengan sarana-sarana serupa apapun sebagaimana yang diperbolehkan atau diawasi oleh administrasi lembaga. Pasal 10 (h) Konvensi International Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Wanita Para negara peserta harus mengambil semua tindakan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita, agar dapat menjamin bagi mereka hak-hak yang sama dengan pria di bidang pendidikan dan terutama untuk menjamin, atas dasar persamaan antara pria dan wanita: (h) akses ke informasi pendidikan khusus untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan keluarga, termasuk informasi dan nasihat mengenai keluarga berencana. Konvensi tentang Hak Koreksi International (keseluruhan) Daftar Buku tentang pers dan kebebasan informasi yang dimiliki perpustakaan Komnas HAM 1. 4 (empat) undang-undang RI no.35, 39, 36, 40 tahun 1999 tentang perubahan atas undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok kehakiman, hak asasi manusia, telekomunikasi, pers/ Cipta Jaya : Jakarta, 1999. ix, 193 p. 2. Freedom of expression and human rights protection/ Wichmann, Manfred (eds.); Heinz, Wolfgang (eds.).-- Friedrich-Neumann-Stiftung.-- Brussels, Belgium, 1998. x, 321 p. ISBN 3-89351-103-2 3 Human rights: group defamation, freedom of expression and the law of nations/ Jones, David Thomas.-- Martinus Nijhoff : Dodrecht, The Netherlands, 1998. xi, 319 p., appendices, index 4. Johannesburg Principles on National Security, Freedom of Expression and Acces to Information/Human Rights Quarterly, 1998. 11 p. 5. Menggugat kebebasan pers/ Armada, Wina.-- Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1993. 178 p. ISBN 979-416-228-0 6. Pembreidelan pers di Indonesia/ Smith, Edward Cecil.-- Pustaka Grafiti pers : Jakarta, 1986. viii, 264 p., index. ISBN 979-444-000-0 7. Pengadilan pers di Indonesia: kasus Aji dan Pijar/ Jakarta, 1995. 26 p. 8. Perlawanan pers mahasiswa: protes sepanjang NKK/BKK/ Supriyanto, Didik.-- Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1998. 266 p. ISBN 979-416-558-1 9. Pers dan penguasa: pembocoran Pentagon Papers dan pengungkapan oleh New York Times/ Basuki, Wishnu.-- Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1995. 246 p.,index ISBN 979-416-353-8 10. Pers Indonesia pasca Soeharto: setelah tekanan penguasa melemah, laporan tahunan 1998/1999/ Suranto, Hanif; Setiawan/Hawe; Ginanjar, Ging.-- Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP)/Aliansi Jurnalis Independen (AJI) : Jakarta, 1999. xii, 94 p. 11. Pers memihak Golkar ?: Suara Merdeka dalam Pemilu 1992/ Krisnawan, Yohanes.-- Institut Studi Arus Informasi : Jakarta, 1997. xxi, 156 p. ISBN 979-8933-09-5 12. Pers terjebak/ Hanazaki, Yasuo.-- Institut Studi Arus Informasi : Jakarta : 1998. 224 p. 13. Pers yang gamang: studi pemberitaan jajak pendapat Timor Timur/ Siahaan, Hotman M; Purnomo W., Tjahjo; Imawan, Teguh; Jacky, M.-- Lembaga Studi Perubahan Sosial/Institut Studi Arus Informasi : Surabaya/Jakarta, 2001. xxxii, 448 p., appendix. ISBN 979-8933-36-2 14. Secrecy and liberty: national security, freedom of expression and access to Information/ Coliver, Sandra (eds.); Hoffman, Paul (eds.);.--Mrtinus Nijhoff : The Hague, The Netherlands, 1999. 575 p., index, appendices 15. The Internet in the Mideast and North Africa: free expression and censorship/ Human Righst Watch : New York, USA, 1999. 96 p., Appendices Organisasi-Organisasi Non Pemerintah yang bergerak dalam bidang kebebasan informasi: AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jln. Pam Baru Raya No. 16, Pejompongan, Jakarta Pusat 10210 Telp/Fax (021) 5727018 Email: ajioffice@aji-indonesia.or.id LSPP (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan) Jln. Penjernihan I Kompleks Keuangan 12 Pejompongan, Jakarta 10210 Telp (021) 5746656, 5746274 Fax (021) 5746276 Email: lspp@lspp.or.id Media Watch and Consumer Center Timsco Building B-! Jln. Kwini No. 1 Jakarta Pusat Telp (021) 3802053, 34831576, 34830056 Fax (021) 3805329 Email: mwcc@cbn.net.id Website: www.Indonesianwatch.com Yayasan Jurnalis Independen Jln. Kudus no. 16, Menteng Jakarta Pusat Telp (021) 3102776 Fax (021) 3149283 Email: yji@journalist.com LP3Y (Lembaga Penelitian , Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta) Jln. Kaliurang Km. 13,7 Gg. Banteng, Ngemplak, Sleman Yogjakarta- 55584 Telp (0274) 89016/17 Fax (0274) 896141 Email: yogyakarta.lp3y@idola.net.id LeSPI (Lembaga Studi Pers dan Informasi) Berdomisili di Semarang Email: lespi@indo.net.id LSPS (Lembaga Studi Perubahan Sosial) Berdomisili di Surabaya Email: lsps@indosat.net.id ISAI (Institut Studi Arus Informasi) Jln. Utan Kayu no. 68 H, Jakarta Timur 13120 Telp (021) 8573388 Fax (021) 8573387 Email : pantau@isai.or.id KIPPAS (Yayasan kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera) Jln. Sei Serayu No. 97, Medan 20122 Telp/Fax (061) 8211810 Email: kippas@indosat.net.id Empat kategori hak publik yang tercakup dalam draft RUU Kebebasan Informasi :* Public rights to observe, dimana seluruh aktivitas pemerintah harus dapat dipantau dan diikuti oleh setiap anggota masyarakat. Freedom/access to information, dimana informasi yang dikuasai oleh pemerintah dapat dengan mudah diakses. Public rights to participate, dimana proses pengambuilan keputusan, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak terbuka untuk dipengaruhi publik. Right to appeal, yaitu hak mengajukan keberatan terhadap penolakan hak-hak pemantauan , hak berperan serta dan akses informasi. Draft RUU Kebebasan Informasi ini disusun oleh Koalisi Untuk Kebebasan Informasi, yang di dalamnya terdiri atas 10 Ornop, yaitu: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Studi dan Advokasi Hak Azasi Manusia (Elsam), Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Komite Hukum Nasional (KHN), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Lembaga Independensi, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), dan Pusat Strudi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Draft RUU, Pasal 14: “Undang-undang ini mewajibkan setiap badan publik membuka akses bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi yang berada di bawah penguasaannya, kecuali menimbulkan konsekuensi sebagai berikut: a) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat meghambat proses penegakkan hukum; b) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha yang tidak sehat; c) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat merugikan strategi pertahanan dan keamanan nasional; d) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat mengancam keselamatan perorangan atau orang banyak; e) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat melanggar kerahasiaan pribadi”.

Sumber: Komnas HAM

Tidak ada komentar:

 

Free Visitor Counter
High-Definition Multiplayers