HI THERE ! WELCOME TO TRINITY RADIO BROADCASTING NETWORK

Selasa, 29 Juli 2008

Pemerintahan SBY Belum Wujudkan Hak atas Informasi Publik

PRESS RELEASE

DALAM pidato perdana tanggal 20 Oktober 2004, setelah mengucapkan sumpah jabatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa pemerintah secara aktif akan melancarkan program pemberantasan korupsi yang ia pimpin langsung. Di hari yang sama, Transparency Internasional Indonesia mengumumkan bahwa Indonesia adalah negara kelima terkorup dari 146 negara di dunia berdasarkan hasil indeks persepsi korupsi tahun 2004.

Sungguh ironis! Sementara sejumlah negara lain berhasil melakukan upaya-upaya kongkret untuk memberantas korupsi, tahun ini Indonesia justru merosot satu peringkat. Padahal TAP MPR no VII tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Negara yg Bersih dan Bebas KKN sudah menggariskan sejumlah rekomendasi kelembagaan anti korupsi, salah satunya UU Kebebasan Memperoleh Informasi [Publik]. Sejak tahun lalu, Indonesia adalah salah satu dari 125 negara yang meratifikasi Konvensi PBB untuk Memerangi Korupsi yang mewajibkan penegakan sistem pemerintahan yang transparan. Namun hingga kini upaya pemberantasan korupsi cuma retorika!

Alih-alih memenuhi hak publik atas informasi publik, yang terjadi justru kemunduran berbahaya! Instruksi Mendagri no 7/ 2004 tentang Penegakan Tertib Kerja Aparatur Depdagri sebagai Penjabaran Kontrak Politik Kabinet Indonesia Bersatu yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri M. Ma'ruf mewajibkan seluruh pegawai Depdagri agar tidak membocorkan rahasia negara kepada pihak lain. Menurut Kepala Pusat Penerangan Depdagri Ujang Sudirman, rahasia negara yang dimaksudkan adalah berbagai dokumen yang tidak boleh diketahui masyarakat sebelum waktunya, karena dikhawatirkan akan berbahaya apabila bila bocor dan diketahui masyarakat. Artinya, status rahasia negara bisa diberikan secara sembarangan oleh pejabat publik, ini sangat berbahaya! Partisipasi publik juga sudah pasti akan mati bila tidak ada akses terhadap informasi publik.

Yang tak kurang memalukan adalah hingga hari ini tercatat baru enam menteri yang menyerahkan Lembaran Kekayaan Penyelenggara Negara (LKPN) ke Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi (KPK). Tak cuma itu, akses publik terhadap LKPN sempat ditutup oleh KPK karena kevakuman hukum akibat dicabutnya kewenangan publikasi yang semula termaktub dalam pasal 10-19 UU no 28 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi yang diganti dengan UU no 30 tahun 2002. Bahkan sempat muncul pula argumen bahwa kekayaan pejabat publik masuk dalam ranah privasi.

Sungguh pemikiran yang keliru! Hak atas privasi bukanlah hak absolut, bagi pejabat publik hak tersebut dapat direstriksi dan dilimitasi demi kepentingan umum. Pemberantasan korupsi memiliki nilai kepentingan umum yang lebih tinggi dibandingkan hak seorang pejabat publik untuk melindungi privasinya. Oleh karena itu, demi menjamin akses publik terhadap informasi tentang kekayaannya, melalui undang-undang, kekayaan pejabat publik harus diumumkan kepada publik.

Informasi tentang kekayaan pejabat negara tersebut tidak layak dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan. Terlebih lagi, KPK adalah badan publik yang dibiayai oleh dana publik, maka informasi yang ada pada KPK masuk dalam domain publik. Dengan demikian Negara wajib menjamin akses siapapun atas informasi publik tersebut. Pasal 28F UUD 1945 amandemen kedua jelas-jelas mencantumkan jaminan untuk memperoleh informasi.

Koalisi untuk Kebebasan Informasi menilai bahwa pemerintahan yang baru ini tidak memiliki komitmen terhadap hak publik untuk memperoleh informasi publik. Hingga saat ini saja, jaminan hukum secara penuh terhadap hak atas informasi publik tersebut masih jauh dari kenyataan. Draft RUU Transparansi dan Kebebasan Memperoleh Informasi Publik yang diajukan oleh Koalisi untuk Kebebasan Informasi telah ada di tangan DPR Maret 2002, pembahasannya baru dituntaskan oleh Pansus Juli 2004. Perjalanan ke depan masih akan panjang, mengingat proses berikutnya akan melibatkan pemerintahan baru yang hingga hari ini, sayangnya, bersikap konservatif!

(Sumber dikutip : Press Release (Jkt, 2 Nov 2004) / Red - Bless Radio 29 Juli 2008)


Jumat, 25 Juli 2008

Radio Circle hadirkan ASLI INDONESIA

Setelah sukses dengan Trumped! with Donald Trump dan American Top 40 (AT40), Radio Circle Indonesia meluncurkan program sindikasi radio pertama di Indonesia yang menampilkan musik dan musisi Indonesia dalam Asli Indonesia.

Program ini disiarkan oleh lebih 25 radio di 25 kota di Indonesia dimana jumlahnya akan terus bertambah dan hanya disiarkan oleh satu radio dalam satu kota. Hal ini yang membuat Asli Indonesia menjadi eksklusif. "Ini merupakan program acara yang benar-benar `asli Indonesia', apalagi belum ada program seperti ini di Jogjakarta", tandas Dwi Rusyanto dari Radio Geronimo FM Jogjakarta. Program Manager yang lebih akrab disapa Sanny ini, juga menegaskan bahwa radio yang menyiarkan acara Asli Indonesia merupakan radio-radio terpilih.

Program berdurasi 120 menit ini akan dipandu oleh Tizza Radia. Program acara `Asli Indonesia' menambah daftar panjang pengalaman cewek berbakat ini. Menjadi announcer di salah satu radio swasta terkemuka di Jakarta pernah dijalaninya, selain itu juga menjadi
scriptwriter di beberapa televisi swasta Indonesia. Ternyata, tidak cukup sampai disitu, bermain teater dan acting di beberapa judul film seperti Siapa Takut Jatuh Cinta, Ekskul, Ghost School, dan beberapa judul lainnya juga sempat dilakoninya.

Partisipasi radio yang ikut menyiarkan Asli Indonesia menjadi bagian unik dari program acara ini. Setiap radio harus memberikan reportase singkat mengenai informasi dari daerah mereka masing-masing. "Melibatkan local station untuk bersama-sama membangun
program acara Asli Indonesia menjadi bagian yang penting", kata Henry Vienayoko, Direktur Radio Circle Indonesia. Menurutnya, partisipasi semacam ini akan lebih memberikan emotional touch kepada pendengar Asli Indonesia di masing-masing kota. "Dan pecinta musik Indonesia berkesempatan untuk dapat mengenal lebih dekat musisi-musisi Indonesia dan mengikuti perkembangan musik serta informasi yang semuanya Asli Indonesia", tambah Henry Vienayoko.

Program Asli Indonesia menghadirkan budaya Indonesia melalui musik, artis dan informasi yang benar-benar asli Indonesia. Radio merupakan pilihan media dimana musik dihadirkan personal kepada pendengarnya. Menghadirkan Indonesia ke masyarakat melalui musik merupakan salah satu kontribusi untuk membangun Indonesia. Radio Circle bersama perusahaan rekaman yang mendukung acara Asli Indonesia memberikan musik yang berkualitas khususnya musik Indonesia, salah satunya adalah demajors Independent Music Industry (DIMI). "Saya senang sekali untuk mendukung Asli Indonesia, karena demajors sendiri ingin mengembangkan musik industri tanah air dan ini merupakan peluang yang bagus", kata David Karto selaku Direktur demajors.

Acara Asli Indonesia, disiarkan oleh radio-radio terkemuka di Indonesia mulai dari Aceh hingga Ambon, di antaranya Star FM Medan (KISS FM Group), Geronimo FM Yogyakarta, Madama FM Makassar dan Makobu Malang. Selain pasar Indonesia, program Asli Indonesia ini juga akan disiarkan di beberapa negara di luar negeri melalui jaringan Premiere Radio Networks (anak perusahaan Clear Channel Communication USA).

Saat ini telah ada beberapa perusahaan yang mempercayakan produknya untuk berada di Asli Indonesia, salah satunya adalah PT. Holcim Indonesia Tbk. "Mendukung program Asli Indonesia adalah pilihan tepat. Karena ini merupakan berinvestasi yang sangat bernilai", kata Deananda Sudijono, Brand Development PT. Holcim Indonesia Tbk.

Menurutnya Asli Indonesia dapat menjangkau target konsumennya dengan luas di seluruh Indonesia. "Asli Indonesia juga didukung oleh media promosi yang terintregrasi dan tentunya diproduksi oleh perusahaan audio solution yang telah memiliki reputasi", tambahnya.

Catatan untuk Editor

Mengenai Radio Circle

Radio Circle Indonesia, PT adalah menyedia layanan bagi industri penyiaran khususnya radio, televisi dan griya produksi, mulai dari station identification imaging, production library, hingga program radio sindikasi, Radio Circle Indonesia juga merupakan perwakilan dari Jones TM, Inc (anak perusahaan dari Jones, Inc), Premiere Radio Networks (anak perusahaan dari Clear Channel Communication, Inc), United Stations Radio Networks, dan Launch Radio Networks yang berpusat di Amerika Serikat. Salah satu program dari Radio Circle yang masih diudarakan hingga saat ini adalah Trumped! with Donald Trump di Trijaya Network.

Radio yang berpartisipasi dalam Asli Indonesia
Star 104.6 FM Medan, Gemaya 104.5 FM Balikpapan, Ash Bone 96.8 FM Banjarmasin, Nikoya 106 FM Banda Aceh, Lesitta 101.9 FM Bengkulu, Mendoza 107 FM Duri, Papeja 101.8 FM Lubuk Linggau, PiSS 102.7 FM Ciamis, TOP 91.80 FM Cilegon, Madama 87.7 FM Makassar, Madika 91.7 FM Kupang, AR 92.9 FM Cimahi, Pilar Radio 88.6 FM Cirebon, Geronimo 106.1 FM Yogyakarta, Andalas 102.7 FM Lampung, GSP 101.1 FM Jambi,
Sing 105.5 FM Batam, Idola FM Semarang, Monaria 101.8 FM Pekanbaru, KC-10 87.9 FM Indramayu, BSP 103.7 FM Pekalongan, Solo Radio 92.9 FM Solo, DC Radio Singaraja, Makobu 88.7 FM Malang, DMS Ambon, Suara Mahakam Samarinda, Radio M Martapura 107.1 FM.

Acara ini didukung oleh Sony BMG Indonesia, Warner Music Indonesia, Trinity Optima Production, Musica Studio, De Majors, Malta Music Indonesia

(Dikutip dari : Radio Circle / Red - Bless Radio 26 Juli 2008)



Minggu, 20 Juli 2008

Membuat Pemancar FM Komunitas

[Salam buat semua sahabat yang membutuhkan informasi bagaimana membangun sebuah pemancar siar murah namun meriah anda bisa mengikuti beberapa tips dan arahan berikut yang kami peroleh dari web-blog rekan - rekan kita yang berkecimpung di dalam bidang media broadcast radio - namun sekali lagi diingat jangan lupa untuk mengurus semua perizinannya agar jangan terkena sanksi dari Balai Monitor (alias Balmon) atau KPI Daerah masing-masing, okey selamat mencoba (Trinity Radio Broadcast Network)]

Pada masa lalu, para aktifis harus berfikir dua kali sebelum membangun pemancar FM karena kemungkinan besar akan di sweeping aparat.

Berkat perjuangan rekan-rekan bawah tanah aktifis radio FM komunitas yang terkait pada banyak jaringan radio di Indonesia akhirnya pemerintah mengeluarkan Undang-Undang no. 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang mengakui keberadaan lembaga penyiaran komunitas pada bagian enam pasal 22 sampai dengan pasal 24. Komunitas disini dapat berupa sekolah, tempat ibadah (masjid / gereja), RT, RW, karang taruna dll. Ijin radio komunitas dapat dimintakan ke Komite Penyiaran Indonesia (KPI) yang detail formulir maupun alamatnya dapat di lihat di Web KPI http://www.kpi.go.id. Pengalaman beberapa rekan di Jakarta ijin radio komunitas relatif mudah dan tidak mengeluarkan biaya. Tapi beberapa rekan di daerah, tampaknya masih memperoleh kesulitan dengan KPI daerah baik dari sisi prosedur maupun dari sisi setoran.

Detail teknis pemancar FM komunitas dijelaskan dengan lebih rinci pada Keputusan Menteri Perhubungan no. 15 tahun 2003 yang di tanda tangani oleh Pak Agum Gumelar. Beberapa hal yang penting yang perlu di perhatikan, kuat daya pancar maksimum 25Watt (kira-kira equivalen dengan ERP di antenna maksimum 50Watt). Dengan ketinggian tower maksimum 25 meter. Jangkauan maksimum yang di ijinkan hanya 2.5km atau 1-2 Rukun Warga saja. Channel yang dapat digunakan untuk radio komunitas hanya 107.7MHz, 107.8MHz, 107.9MHz. Di Jakarta mungkin agak berbeda sedikit karena 107,8MHz digunakan oleh radio milik POLDA, maka rekan-rekan komunitas FM banyak menggunakan 107.6, 107.7 dan 107,.9MHz.

Bagaimanakah bentuk pemancar FM komunitas? Berapa investasinya? Dimana memperoleh peralatan tersebut? barangkali pertanyaan-pertanyaan praktis ini banyak di cari jawabnya oleh banyak rekan pemula radio.

Blok diagram pemancar FM Komunitas sangat sederhana sekali. Pada gambar di bawah tampak blok sebuah pemancar FM komunitas sederhana,

Sebuah pemancar FM komunitas menerima masukan dari Mixer berupa audio stereo dengan keluaran berupa sinyal radio yang di masukan ke antenna melalui kabel coax.

Suara dan musik dimasukan ke mixer sebelum di masukan ke pemancar FM. Minimal sekali kita memerlukan beberapa microphone (mike) untuk penyiar berbicara, di samping itu akan membantu jika kita mempunyai semacam MP3 Player. Dengan semakin murahnya harga komputer, pada hari ini kebanyakan pemancar FM akan menggunakan komputer untuk memutarkan lagu karena stok / perpustakaan lagi menjadi sangat banyak sekali. Untuk sebuah sistem yang sederhana anda dapat menggunakan MP3 Player di komputer seperti Winamp (di Windows) atau XMMS (di Linux). Lagu-lagu dapat di peroleh dari CD-CD MP3 yang banyak di jual oleh pengecer CD, memang harus di akui bahwa sebagian besar CD tersebut adalah bajakan.

Bagi mereka yang ingin lebih profesional, saya sarankan untuk menggunakan Linux Ubuntu dan menginstalasi software campcaster yang merupakan software untuk broadcast radio komunitas yang dapat secara gratis di ambil di http://www.campcaster.org. Teknik instalasi Campcaster memang bukan untuk pemula anda memerlukan pengetahuan tentang Linux untuk dapat menginstall Campcaster dengan baik.

Pertanyaan praktis, dimanakah memperoleh peralatan ini?

Mixer saya biasanya membeli di toko elektronik sekitar Kembang Sepatu di daerah Senen Jakarta. Jangan membawa mobil kesana, karena memang tidak ada tempat parkir. Sebuah mixer paling kecil dengan empat (4) channel dapat di beli seharga Rp. 350.000,- , Mixer yang agak lumayan untuk radio komunitas biasanya sekitar delapan ( 8)channel yang harganya sekitar Rp. 450.000,- di Kembang Sepatu. Tentunya anda harus pandai memilih dan menawar untuk memperoleh harga sedemikian rendah.

Pada gambar tampak mixer dan komputer Linux Ubuntu dengan campcaster pada Kerm.IT FM, yang di operasikan oleh Kelompok Remaja Melek IT (Kerm.IT) di kemayoran Jakarta.

Kabel-kabel audio untuk mikrofon maupun untuk sambungan dari mixer ke berbagai peralatan audio maupun ke pemancar yang bagus biasanya menggunakan kabel buatan Jepang. Harga kabel audio stereo antara Rp. 3000-5000 / meter biasanya bisa di beli di Glodok yang lama.

Terakhir adalah Pemancar FM Boardcast komunitas. Pengalaman saya kalau mencari di Jakarta biasanya harganya lumayan mahal. Tampaknya banyak pembuat pemancar FM boardcast di Jawa Timur. Hal ini dapat anda deteksi dengan mudah melalui situs BEKAS.COM http://www.bekas.com pada kategori alat komunikasi pada bagian Radio Amatir.

Jika kita lihat peralatan di dalam-nya sebetulnya relatif sederhana sekali. Sebuah pemancar FM komunitas hanya terdiri dari pembangkit frekuensi tinggi yang dapat diatur frekuensinya, sebuah power amplifier 25 Watt dan sebuah stereo enkoder.

Karena ketinggian tower di batasi hanya 25 meter, cara paling sederhana untuk menaikan antenna bagi pemancar FM komunitas ini adalah dengan memasang antenna ¼ panjang gelombang pada pipa ledeng. Cara paling mudah adalah mengikatkan terlebih dulu antenna ke pipa ledeng, baru di tegakan pipa ledeng tersebut.
Total biaya pembuatan sebuah stasiun pemancar FM komunitas sama sekali tidak mahal. Pemancar FM stereo 25Watt beserta antenna ¼ panjang gelombang dan ongkos kirim dari Tulungagung dapat di peroleh dengan biaya Rp. 1.8 juta-an, Mixer dapat di peroleh sekitar Rp. 350-450.000,- di Kembang Sepatu Senen. Dengan kabel-kabel mikrofon, kabel coax dan pipa ledeng akan menghabiskan sekitar Rp. 2.5-3 juta sebuah pemancar FM stereo 25 Watt untuk komunitas dapat memancar.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat menggugah anda semua untuk mulai memberdayakan lingkungan sekitar kita di sekolah, di RW, di majid atau tempat peribadatan untuk siaran radio.

Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat.

Informasi hub : Dwi Hartanto, yang beralamat di Jl. Sultan Hasanudin III/16 , Tulungagung 66224, Jawa Timur

(Sumber dikutip dari : Onno W. Purbo / Red - Trinity Radio Broadcast Network 20 Juli 2008)

Selasa, 15 Juli 2008

Radio Komunitas "Wong Cilik" Yogya Punya Radio

AWAS..!! Harga beras jawa wangi naik jadi Rp 3.100 per kilo. Beras delanggu juga naik seratus perak. Semua harga naik, kecuali harga diri...!!" Begitulah celotehan seorang penyiar. Suaranya terdengar ke berbagai penjuru Pasar Godean, Sleman, Yogyakarta, melalui loudspeaker 8 ohm. Para pendengar yang rata-rata para pedagang pasar itu, tersenyum-senyum sembari melayani pembeli. Diam-diam, satu-dua orang pedagang meninggalkan losnya untuk antre di pintu sebuah kios berukuran tak lebih dari 3x4 meter. Ruangan itu berfungsi sebagai bilik siaran. Ada yang minta diputarkan lagu dangdut dari Iis Dahlia, ada pula yang minta lagu nuansa Jawa album Didi Kempot.

Di sela-sela kesibukan menerima pesanan lagu, penyiar menyisipkan iklan yang dibaca mirip pengumuman di terminal bus. Materinya, tak lain produk lokal di pasar itu sendiri. Mulai dari nasi bungkus hingga jasa tukang jahit. Pada saat tertentu, dibacakan iklan layanan masyarakat semisal retribusi pasar. Setelah menyerahkan uang recehan Rp 100-Rp 500 ke bilik siar, para pemesan lagu kembali ke los masing-masing menunggu pembeli. Tanpa perlu mengutak-atik frekuensi radio transistor, lagu yang dipesan sudah terdengar. Sekitar 2.000 pedagang losnya masing-masing pasti turut berdendang. Maklum di hampir setiap los memang terpasang loudspeaker. Antarkios saling terhubung rentangan kabel.

Oleh karena radius "siar" hanya sekitar 500
meter, khalayak tak perlu memesan lagu lewat telepon. Cukup meluangkan waktu jalan kaki di studio, lagu maupun iklan sudah ter-order. Begitulah cara Radio Kabel Pasar Godean (Raka Argo) berinteraksi dengan para pendengarnya. Berdiri sejak awal tahun 1990-an, radio ini terus menghibur dan menjembatani hubungan sosial antarpedagang di pasar tradisional tersebut. Jam siar sesuai dengan masa keramaian pasar, pukul 07.00-15.00. Mendengar istilah "siaran", "bilik siar", "penyiar", "studio", jangan buru-buru membayangkan aktivitas cuap-cuap dengan suara renyah di ruang kaca ber-AC. Ini cuma cerita tentang sistem komunikasi antaranggota komunitas tertentu, yang kebetulan perangkatnya menyerupai radio.

Cara kerja dan format sirannya tidak bisa disamakan dengan radio komersial. Mereka hanya butuh biaya
untuk sekadar bertahan sebagai media informasi sesama anggota komunitasnya. Sedangkan radio komersial yang dikelola oleh perusahaan, tentu saja jangkauannya lebih luas demi mengejar keuntungan. Di tengah maraknya pendirian stasiun radio dan televisi bermisi komersial, di Yogyakarta saat ini justru menjamur radio bermisi pengabdian. Dengan menafikan logika bisnis, pengelola radio tersebut menyuguhkan informasi dan hiburan kepada pendengar di tingkat "akar rumput" sesuai kegiatan dan kebutuhan sehari-hari.

Sejak tahun 1997 radio-radio semacam ini semakin marak. Jaringan Radio
Komunitas Yogyakarta (JRKY) yang terbentuk awal Mei lalu, mencatat jumlah anggotanya 31. Namun, di lapangan bisa berkisar 50. Semuanya beroperasi melalui gelombang AM, FM, dan saluran kabel. Oleh pemerhati penyiaran, radio semacam ini disebut radio komunitas (RK). Istilah "komunitas" bisa dilihat dari sisi batasan geografis maupun kesamaan kepentingan publiknya. Untuk sisi geografis, cakupan terkecilnya bisa satu wilayah desa / kelurahan. Sedangkan untuk sisi kepentingan, biasanya mengacu pada kesamaan profesi dan perhatian pendengarnya.

Radio Panagati yang menumpang di Kantor Kelurahan Terban, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, misalnya, memberi layanan informasi dan hiburan kepada warga setempat melalui frekuensi 92.2 FM. Mulai dari jadwal kerja bakti massal, imunisasi anak balita (usia bawah lima tahun), sampai berita lelayu (duka cita). Siarannya termonitor dalam radius lima kilometer, dengan jumlah pendengar 2.847 keluarga. Panagati tidak muncul secara tiba-tiba. Tetapi, wilayah itu kebetulan sulit menerima siaran radio (blank spot) sehingga kebutuhan informasi yang segera sulit diperoleh.

Padahal bantaran kali Code selalu terancam banjir bila hujan deras. Sebelum radio itu lahir, dimulai terlebih dahulu gerakan pemberdayaan masyarakat. Warga kemudian membentuk Paguyuban Pengembangan Informasi Terpadu (Binter). Paguyuban itu juga memiliki divisi media yang pernah mencoba menerbitkan media komunikasi dalam bentuk buletin, tetapi tidak mampu bertahan lama. Karena itulah diputuskan mendirikan radio. Siaran pertama dilakukan 29 April 2001 dengan melakukan siaran rembuk desa untuk membicarakan potensi kelurahan Terban.

"Warga memang membutuhkan sistem informasi yang mampu menghubungkan 12 RW yang terpisah oleh Kali Code," tutur Adam. Peralatannya pun sederhana. Mikropon dibuat dengan menghubungkan komponen elektronik dengan jeruji sepeda. "Ini sekaligus untuk menunjukkan bahwa radio bukan teknologi tinggi dan dekat dengan keseharian masyarakat," kata Adam.

Ada lagi, Radio Pesona Merapi yang menjadi jembatan komunikasi antarwarga lereng Gunung Merapi. Fungsinya antara lain memberi informasi tentang kondisi Gunung Merapi dan tindakan apa yang harus dilakukan warga. Lain lagi Radio Fompas. Radio yang berbasis di Pantai Selatan ini memberi layanan informasi pada nelayan tentang perkembangan cuaca, harga ikan, dan kredit usaha. Radio Saraswati khusus melayani warga Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Lewat frekuensi 91.5 FM, pengelolanya memberikan ruang lebih besar terhadap masalah kesenian. Mulai dari pameran seni rupa hingga pementasan teater.

Sunandar, guru dan seniman musik tradisional Jawa-Karawitan, memancarkan siaran Radio Pamor dari rumahnya di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, yang terletak sekitar empat kilometer arah utara dari Pantai Parangtris. Radio itu digagas oleh para seniman kesenian tradisional di wilayah tersebut. Siarannya pun lebih menonjolkan kegiatan-kegiatan kesenian tradisional, seperti karawitan, mocopat, dan wayang yang masih populer di kalangan para petani di Bantul. "Kami ingin melestarikan budaya di kalangan anak-anak muda tani," kata Sunandar.

Kemunculan radio-radio tersebut seperti menjawab rambahan gelombang kapitalisme di semua ruang publik, termasuk di angkasa. Prinsip utamanya, memberdayakan masyarakat lapisan bawah dalam mengelola informasi. Mereka sadar bahwa ruang publik belum sepenuhnya milik rakyat kebanyakan. Selain semangat dan ketulusan pengelolanya, yang patut diacungi jempol adalah kreativitas mereka. Perangkat siaran berupa antena pemancar rata-rata dirakit sendiri. Cukup dengan membeli antena vertikal, selanjutnya dirangkai kumparan tembaga, lalu dipasang menjulang pada sebuah pipa air minum setinggi 15-20 meter. Biayanya rata-rata Rp 1 juta.

Pemancar yang rata-rata berkekuatan 50-100 watt tersebut dihubungkan dengan power supply 10 ampere, dan seperangkat komputer bekas. Setelah itu, penyiar yang rata-rata anak muda sudah bisa menyapa para pendengarnya. Desas-desus yang berpotensi menimbulkan konflik tidak akan disiarkan. "Kita ini warga Yogya, sudah terbiasa santun agar tidak terjadi konflik antarwarga yang sangat majemuk suku dan agama," ujar Sarwono (30), pengelola Radio Panagati. Warga setempat pun sangat antusias. "Kalau tidak dengar sehari saja, rasanya ada yang kurang," ujar Basuki (40), warga Terban yang setia memantau siaran Panagati antara pukul 17.00 dan 24.00.

Melihat semangat "akar rumput" itu, mestinya Menteri Perhubungan serta Menteri Negara Komunikasi dan Informasi berterima kasih. Bukan justru menghambat ruang geraknya. Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang kini sedang dibahas DPR dan Pemerintah, sama sekali tidak merangkum keberadaan siaran radio komunitas. Koordinator Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY), Adam Agus S, mengatakan, pemerintah menolak pencantuman lembaga penyiaran komunitas, karena radio komunitas dianggap liar dan gelap.

Praktisi hukum, Budi Santoso, S.H. menilai, selama ini pemerintah menuding radio komunitas memboroskan frekuensi, dan dikhawatirkan menimbulkan disintegrasi. Ini berangkat dari paradigma bahwa informasi hanya dikelola oleh negara dan kapitalis. Rakyat tidak punya hak untuk itu.

(Dikutip dari Nasrullah Nara / Kompas / HSB // Red - Bless Radio 15 Juli 2008)

Rabu, 09 Juli 2008

Hak Atas Informasi
Kamis, 17 Juni 2004 | 12:37 WIB

TEMPO Interaktif

Pada tahun 1990-an sebuah instansi pemerintah di bidang pertanian membatasi akses informasi atas laporan penelitian. Keputusan ini diambil setelah seorang wartawan mengutip sebuah informasi yang mungkin diluar konteks yang mempengaruhi pendapat umum secara negatif. Menurut pejabat instansi tersebut si wartawan seharusnya membaca secara keseluruhan laporan penelitian itu dan jangan hanya mengutip sebagian informasi yang bisa menimbulkan gejolak. Apakah kasus diatas merupakan pengecualian yang disebut dalam pasal 2 atau pasal 14 RUU tentang kebebasan memperoleh informasi masih dapat diperdebatkan. Menurut saya pembatasan oleh instansi tersebut sebetulnya tidak sah karena laporan penelitian yang dibiayai oleh anggaran pemerintah itu sudah menjadi milik publik, sesuai dengan prinsip no. 17 dari Johannesburg Principles. Kasus yang hampir sama terjadi pula di Amerika Serikat beberapa dekade yang lalu. Sebuah majalah mahasiswa universitas Harvard memuat artikel bagaimana membuat sebuah bom atom dengan agak rinci. Pemerintah AS menuduhnya mencuri rahasia negara yang segera dijawab bahwa informasi itu didapatnya justru dari laporan penelitian pemerintah yang ada di perpustakaan-perpustakaan. Sekarang inipun banyak terdapat informasi yang diperoleh media dari pejabat atau laporan pemerintah yang dapat menimbulkan gejolak ekonomi maupun gejolak politik, seperti misalnya laporan BIN (Badan Intelijen Nagara). Selama ini hanya media, tentu dengan mengatasnamakan kepentingan publik, yang mempersoalkan hambatan untuk memperoleh informasi. Tetapi bagaimana dengan publik itu sendiri. Selama ini yang terlihat hanya mahasiswa yang memerlukan informasi dari badan publik untuk pembuatan skripsi, tesis atau disertasi. Belum ada keluhan yang terdengar di media masa mengenal hal ini. RUU tentang kebebasan memperoleh informasi menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi (Pasal 5). Definisi informasi itu sendiri itupun bermacam-macam, tergantung dari bidang profesi atau keilmuan masing-masing. Definisi informasi yang dipakai disini ialah yang ada dalam RUU tentang kebebasan informasi, yaitu "bahan-bahan yang mengandung unsur-unsur yang dapat dikomunikasikan, fakta-fakta, data atau segala sesuatu yang dapat menerangkan suatu hal dengan sendirinya atau melalui segala sesuatu yang telah diatur melalui bentuk dokumen, file, laporan, buku, diagram, peta, gambar, foto, film, visual, rekaman suara, rekaman melalui komputer atau metode lain yang dapat ditampilkan". Selanjutnya informasi dapat pula dalam bentuk kepustakaan (literatur) atau dalam bentuk siap pakai yang diperoleh dari hasil penelusuran, analisa, evaluasi yang berdasarkan atas kepustakaan dan pengetahuan seorang ahli yang isinya sahih dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan sesuai dengan permintaan, disamping dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, tepat, murah dan sederhana seperti yang tertera dalam RUU tersebut diatas.

Selanjutnya RUU itu mewajibkan badan publik untuk menyimpan, mendokumentasikan, dan menyediakan informasi yang berada dibawah penguasaannya secara utuh dan dalam kondisi yang baik secara tepat waktu, murah dan sederhana. Sekiranya RUU ini nanti diundangkan maka akan ada pembenahan besar-besaran dalam badan publik itu untuk menata kembali pendokumentasian dari infomasi tersebut. Unit yang akan menangani pendokumentasian tentu akan termasuk unit hubungan masyarakat, unit dokumentasi, unit arsip dinamis atau sering disamakan dengan “record management” bagian penerbitan, dan mungkin ada bagian-bagian lain. Yang paling lemah dari unit-unit ini adalah bagian arsip dinamis dan dokumentasi dan dari kinerja unit-unit itulah semua pertanyaan dapat diperoleh jawabannya dengan cepat, tepat waktu, tepat, murah dan sederhana itu, seperti yang dikehendaki oleh RUU tersebut. Apa yang sebetulnya menjadi kelemahan atau masalah dengan unit arsip dinamis dan dokumentasi itu ? Disini akan dicoba memberi sedikit persoalan yang dihadapi unit--unit tersebut. Bagian arsip tidak menerapkan sistem pengarsipan pemerintah yang seragam dan menjadi tempat pembuangan orang-orang yang tidak disukai. Hanya ada sebuah sekolah arsip di Indonesia dan tak banyak pula disukai calon mahasiswa. Yang agak rumit ialah unit dokumentasi. Pengertian dokumentasipun bisa bermacam-macam pula, tetapi yang dipakai disini ialah pengertian yang ada dalam Peraturan Presiden no. 20 tahun 1961 tentang tugas kewajiban perpustakaan dan dokumentasi yang tidak begiitu jelas menguraikan apa itu pekerjaan dokumentasi. Tetapi beberapa unit dokumentasi pekerjaannya seperti sebuah pepustakaan dan ada pula yang hanya mengelola kliping dan foto/film saja. Untuk jelasnya disebutkan dibawah ini pekerjaan yang dilakukan oleh dokumentasi menurut Peraturan Presiden itu. Dokumentasi menjalankan pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut: - menyediakan keterangan-keterangan yang dikutip, disadur, diterjemahkan, disaring, difotokopi atau direkam dari segala dokumen pustaka; - memberitahukan perihal tersedianya keterangan-keterangan itu; Atas permintaan menyusun suatu dokumen baru sebagai lanjutan dari pada usaha dimaksudkan pada huruf a. (Pasal 2) Peraturan Presiden itu membatasi dokumentasi literer saja, yang didalamnya termasuk karya tulis dan karya rekam dan tidak termasuk dokumen korporil atau benda. Karena Peraturan Presiden itu telah ketinggalan zaman maka dirasakan perlunya sebuah peraturan baru tentang tugas kewajiban dokumentasi di lingkungan badan publik. Sesudah itu diperlukan pula semacam pedoman sistem pendokumentasian yang sebaiknya seragam dipakai oleh badan-badan publik. Kedua pekerjaan ini akan memerlukan waktu yang lama dan tentu anggaran yang memadai disamping merekrut dokumentalis yang terampil. Karena Indonesia ini terlalu luas maka diperlukan saluran atau beberapa saluran untuk mengakses informasi tersebut. Salah satu saluran itu ialah melalui internet. Dengan demikian setiap badan publik, terutama badan pemerintah seperti departemen dan lembaga pemerintah non departemen sudah harus mempunyai sistem informasi yang dapat diakses oleh publik, sesuai dengan Keputusan Presiden mengenai tugas kewajiban badan tersebut dan seperti yang diinginkan oleh Kepala Lembaga Informasi Nasional. Salah satu saluran yang sering dilupakan ialah Perpustakaan Daerah yang seharusnya mempunyai seluruh penerbitan daerah juga menyediakan sarana internet Karangan singkat ini saya tutup dengan sebuah cerita yang terjadi dalam zaman ORBA dan sekarang kata orang masih demikian juga keadaannya untuk direnungkan dan diambil hikmahnya.Kalau anda berkesempatan pergi ke sebuah universitas terkenal di Amerika Serikat singgahlah di perpustakaan pusatnya. Di sana Anda akan dengan mudah menemukan lebih banyak kepustakaan Indonesia, baik yang terbit di Indonesia maupun tentang Indonesia yang dikeluarkan di luar negeri yang sulit ditemukan di Indonesia, termasuk dokumen yang dikategorikan rahasia negara itu. Bahkan di negara lain didapatkan juga kumpulan dokumen korporil, seperti spanduk, selebaran, dan bahan sejenis yang di negeri kita sendiri tidak didokumentasikan. (ZT) _____________________________ Penulis adalah Mantan Kepala Biro Kepustakaan dan Dokumentasi Komnas HAM, Peneliti di PDII-LIPI CATATAN: Instrumen HAM regional dan internasional tentang akses atas informasi (access to information) atau kebebasan untuk memperoleh informasi (freedom of information/ right to know) terdapat dalam: DUHAM 19/ICCPR 9.23; 19.2/ECHR 10/ACHPR 9/SMRTP 39/CEDAW 10;14/CRC-17/Convention on the international to correction) Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan- keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun dan dengan tidak memandang batas-batas. Pasal 9 (2) Kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik Setiap orang yang ditahan pada saat penahanannya itu harus diberitahukan tentang alasannya, dan harus secepat mungkin diberitahukan tentang segala tuduhan atasnya. Pasal 19 (2) Kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat/ mengungkapkan diri; dalam hal ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberi informasi/keterangan dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan pembatasan-pembatasan, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau sarana lain menurut pilihannya sendiri. Pasal 10 (1) Konvensi Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat /mengungkapkan diri. Dalam hal ini termasuk kebebasan memegang opini dan untuk menerima dan memberi informasi dan gagasan tanpa campur tangan dari pihak berwenang tanpa memperhatikanpembatasan-pembatasan. Pasal ini tidak melindungi negara dari persyaratan surat izin siaran radio, televisi dan perusahaan film Pasal 9 Piagam Afrika Tentang Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Rakyat (1) Setiap orang berhak untuk menerima keterangan. (2) Setiap orang berhak untuk mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapatnya dalam batas-batas hukum. Pasal 39 Peraturan-peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana Para narapidana harus terus diberi informasi secara teratur mengenai artikel-artikel berita yang lebih penting dengan membaca surat kabar, penerbitan-penerbitan berkala atau lembaga penerbitan khusus, dengan mendengarkan siaran-siaran radio, dengan kuliah-kuliah, atau dengan sarana-sarana serupa apapun sebagaimana yang diperbolehkan atau diawasi oleh administrasi lembaga. Pasal 10 (h) Konvensi International Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Wanita Para negara peserta harus mengambil semua tindakan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita, agar dapat menjamin bagi mereka hak-hak yang sama dengan pria di bidang pendidikan dan terutama untuk menjamin, atas dasar persamaan antara pria dan wanita: (h) akses ke informasi pendidikan khusus untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan keluarga, termasuk informasi dan nasihat mengenai keluarga berencana. Konvensi tentang Hak Koreksi International (keseluruhan) Daftar Buku tentang pers dan kebebasan informasi yang dimiliki perpustakaan Komnas HAM 1. 4 (empat) undang-undang RI no.35, 39, 36, 40 tahun 1999 tentang perubahan atas undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok kehakiman, hak asasi manusia, telekomunikasi, pers/ Cipta Jaya : Jakarta, 1999. ix, 193 p. 2. Freedom of expression and human rights protection/ Wichmann, Manfred (eds.); Heinz, Wolfgang (eds.).-- Friedrich-Neumann-Stiftung.-- Brussels, Belgium, 1998. x, 321 p. ISBN 3-89351-103-2 3 Human rights: group defamation, freedom of expression and the law of nations/ Jones, David Thomas.-- Martinus Nijhoff : Dodrecht, The Netherlands, 1998. xi, 319 p., appendices, index 4. Johannesburg Principles on National Security, Freedom of Expression and Acces to Information/Human Rights Quarterly, 1998. 11 p. 5. Menggugat kebebasan pers/ Armada, Wina.-- Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1993. 178 p. ISBN 979-416-228-0 6. Pembreidelan pers di Indonesia/ Smith, Edward Cecil.-- Pustaka Grafiti pers : Jakarta, 1986. viii, 264 p., index. ISBN 979-444-000-0 7. Pengadilan pers di Indonesia: kasus Aji dan Pijar/ Jakarta, 1995. 26 p. 8. Perlawanan pers mahasiswa: protes sepanjang NKK/BKK/ Supriyanto, Didik.-- Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1998. 266 p. ISBN 979-416-558-1 9. Pers dan penguasa: pembocoran Pentagon Papers dan pengungkapan oleh New York Times/ Basuki, Wishnu.-- Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, 1995. 246 p.,index ISBN 979-416-353-8 10. Pers Indonesia pasca Soeharto: setelah tekanan penguasa melemah, laporan tahunan 1998/1999/ Suranto, Hanif; Setiawan/Hawe; Ginanjar, Ging.-- Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP)/Aliansi Jurnalis Independen (AJI) : Jakarta, 1999. xii, 94 p. 11. Pers memihak Golkar ?: Suara Merdeka dalam Pemilu 1992/ Krisnawan, Yohanes.-- Institut Studi Arus Informasi : Jakarta, 1997. xxi, 156 p. ISBN 979-8933-09-5 12. Pers terjebak/ Hanazaki, Yasuo.-- Institut Studi Arus Informasi : Jakarta : 1998. 224 p. 13. Pers yang gamang: studi pemberitaan jajak pendapat Timor Timur/ Siahaan, Hotman M; Purnomo W., Tjahjo; Imawan, Teguh; Jacky, M.-- Lembaga Studi Perubahan Sosial/Institut Studi Arus Informasi : Surabaya/Jakarta, 2001. xxxii, 448 p., appendix. ISBN 979-8933-36-2 14. Secrecy and liberty: national security, freedom of expression and access to Information/ Coliver, Sandra (eds.); Hoffman, Paul (eds.);.--Mrtinus Nijhoff : The Hague, The Netherlands, 1999. 575 p., index, appendices 15. The Internet in the Mideast and North Africa: free expression and censorship/ Human Righst Watch : New York, USA, 1999. 96 p., Appendices Organisasi-Organisasi Non Pemerintah yang bergerak dalam bidang kebebasan informasi: AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jln. Pam Baru Raya No. 16, Pejompongan, Jakarta Pusat 10210 Telp/Fax (021) 5727018 Email: ajioffice@aji-indonesia.or.id LSPP (Lembaga Studi Pers dan Pembangunan) Jln. Penjernihan I Kompleks Keuangan 12 Pejompongan, Jakarta 10210 Telp (021) 5746656, 5746274 Fax (021) 5746276 Email: lspp@lspp.or.id Media Watch and Consumer Center Timsco Building B-! Jln. Kwini No. 1 Jakarta Pusat Telp (021) 3802053, 34831576, 34830056 Fax (021) 3805329 Email: mwcc@cbn.net.id Website: www.Indonesianwatch.com Yayasan Jurnalis Independen Jln. Kudus no. 16, Menteng Jakarta Pusat Telp (021) 3102776 Fax (021) 3149283 Email: yji@journalist.com LP3Y (Lembaga Penelitian , Pendidikan dan Penerbitan Yogyakarta) Jln. Kaliurang Km. 13,7 Gg. Banteng, Ngemplak, Sleman Yogjakarta- 55584 Telp (0274) 89016/17 Fax (0274) 896141 Email: yogyakarta.lp3y@idola.net.id LeSPI (Lembaga Studi Pers dan Informasi) Berdomisili di Semarang Email: lespi@indo.net.id LSPS (Lembaga Studi Perubahan Sosial) Berdomisili di Surabaya Email: lsps@indosat.net.id ISAI (Institut Studi Arus Informasi) Jln. Utan Kayu no. 68 H, Jakarta Timur 13120 Telp (021) 8573388 Fax (021) 8573387 Email : pantau@isai.or.id KIPPAS (Yayasan kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera) Jln. Sei Serayu No. 97, Medan 20122 Telp/Fax (061) 8211810 Email: kippas@indosat.net.id Empat kategori hak publik yang tercakup dalam draft RUU Kebebasan Informasi :* Public rights to observe, dimana seluruh aktivitas pemerintah harus dapat dipantau dan diikuti oleh setiap anggota masyarakat. Freedom/access to information, dimana informasi yang dikuasai oleh pemerintah dapat dengan mudah diakses. Public rights to participate, dimana proses pengambuilan keputusan, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak terbuka untuk dipengaruhi publik. Right to appeal, yaitu hak mengajukan keberatan terhadap penolakan hak-hak pemantauan , hak berperan serta dan akses informasi. Draft RUU Kebebasan Informasi ini disusun oleh Koalisi Untuk Kebebasan Informasi, yang di dalamnya terdiri atas 10 Ornop, yaitu: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Studi dan Advokasi Hak Azasi Manusia (Elsam), Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Komite Hukum Nasional (KHN), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Lembaga Independensi, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), dan Pusat Strudi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Draft RUU, Pasal 14: “Undang-undang ini mewajibkan setiap badan publik membuka akses bagi setiap orang untuk mendapatkan informasi yang berada di bawah penguasaannya, kecuali menimbulkan konsekuensi sebagai berikut: a) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat meghambat proses penegakkan hukum; b) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha yang tidak sehat; c) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat merugikan strategi pertahanan dan keamanan nasional; d) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat mengancam keselamatan perorangan atau orang banyak; e) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada orang dapat melanggar kerahasiaan pribadi”.

Sumber: Komnas HAM

Senin, 07 Juli 2008


Radio Kampus
Apa Kabar Radio Kampus ?

Idealnya radio kampus berada di garda terdepan penggerak proses demokratisasi di Indonesia. Sayangnya, radio kampus di Indonesia tak punya ruh dan kekuatan untuk menyebarkan isu hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, dan demokrasi. Dari beberapa literatur yang ada, tidak banyak ditemukan tulisan yang mengupas perkembangan radio mahasiswa. Kebanyakan tulisan hanya mengupas seputar pers mahasiswa, itu pun hanya sebatas media cetak. Data mengenai radio kampus pun sulit didapat. Jadi sulit untuk memetakan kekuatan radio mahasiswa.

Kendala Radio Kampus
Dari hasil obrolan dengan pengelola radio kampus, seperti Radio Teknik Club (RTC) UI (Universitas Indonesia), Triatma Radio Station (radio kampus Triatma Jaya, Bali), Stupa (Studio Universitas Pancasila), dan Sintesa (radio kampus Institut Sains dan Teknologi Nasional, ISTN), terungkap banyak kendala yang menghimpit radio kampus, berupa kendala teknis dan psikologis.

Pertama. Pemerintah tak menyediakan frekuensi khusus untuk siaran radio kampus. Frekuensi ternyata telah dikapling-kapling oleh radio swasta. Akibatnya, radio kampus terpaksa harus bergerilya mencari frekuensi "nganggur" atau menunggu radio swasta selesai siaran. Mungkin yang sangat beruntung adalah radio teman-teman mahasiswa di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, yang mendapat hibah frekuensi dari Menteri Perhubungan di era Orde Baru, Soesilo Soedarman. Radio EBS Unhas 107.2 MHz kini mengudara dengan frekuensi resmi.

Kedua. Banyak radio kampus yang sulit berkembang karena mahasiswa sibuk dengan kegiatan kuliah. Siaran terpaksa batal gara-gara bentrok dengan ujian. Atau karena "proyek terima kasih", banyak teman-teman yang siarannya malas-malasan, kecuali pendirinya, karena ia punya ikatan emosional, sehingga punya rasa tanggung jawab yang tinggi (sense of belonging).

Ketiga. Sumber daya yang pas-pasan. Mahasiswa kebanyakan bermodal semangat. Saking semangatnya, terkadang lupa, otak tidak pernah diisi. Pelatihan tidak pernah diadakan, acara dan teknik siaran pun seadanya.

Keempat. Teknologi yang pas-pasan. Kebanyakan radio kampus hasil kreatif anak teknik. Misalnya di Universitas Pancasila, UI, dan ISTN, semua "arsiteknya" anak-anak teknik, dengan bantuan peralatan seadanya.

Kelima. Modal yang pas-pasan. Untuk biaya operasional, banyak keluar dari kocek mahasiswa sendiri. Atau kalau seperti UI, mereka mencari donatur dari para alumni. Akan tetapi, lebih banyak radio kampus yang sekadar menyebarkan kartu request permintaan lagu yang dijual pada teman-teman kampus sendiri. Namun itu tidaklah cukup untuk membiayai telepon, listrik, dan perawatan alat yang sering rusak. Karena itu, dalam sebuah seminar di Yogyakarta, Direktur Indonesia Media Law and Police Center (IMLPC), Hinca I.P. Panjaitan, menyarankan agar radio kampus menjadi unit kegiatan mahasiswa (UKM). Dengan begitu, radio kampus akan mendapat dana rutin dari lembaga dana atau rektorat. Mahasiswa juga harus selalu berkomunikasi dengan rektor, agar program radio di kampus dapat berjalan lancar.

Keenam. Positioning radio kampus tidak jelas. Acaranya tidak terprogram dan tidak bervariasi. Karena acaranya tidak menarik dengan sendirinya ditinggalkan pendengar.

Ketujuh. Karena memang kampus sendiri yang tidak menghendaki atau mendukung berdirinya radio kampus, ini banyak dirasakan teman-teman di daerah. Banyak yang kampusnya tidak mengizinkan berdirinya radio kampus, entah apa alasannya. Hal ini tidaklah rasional dan sama sekali tak masuk akal. Radio kampus sendiri paling tidak akan mewarnai kegiatan mahasiswa di kampus, bahkan bisa menjadi laboratorium bagi mahasiswa di kampus. Tidak terlalu sulit untuk mendirikan radio kampus. Tak masalah mendirikan radio ilegal, karena selama ini mahasiswa tak mendapat keadilan dengan tidak disediakannya frekuensi khusus untuk radio kampus.

Kekhawatiran PRSSNI
Belakangan, malah keberadaan lembaga penyiaran komunitas (LPK) yang tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran ditolak pemerintah dan Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI). Ketua PRSSNI, Gandjar Suwargani, bahkan menyebut LPK itu sebagai pesanan pihak asing. Ia juga menuding penyiaran komunitas, termasuk di dalamnya radio mahasiswa, akan merusak nasionalisme dan menumbuhkan konflik di kalangan akar rumput. Sementara itu, pemerintah memberi alasan masyarakat belum siap, kebutuhan LPK masih dapat dipenuhi dua lembaga penyiaran lainnya. Dan terakhir, LPK juga mengakibatkan pemborosan penggunaan spektrum frekuensi.

Kekhawatiran PRSSNI tersebut memang cukup beralasan, karena ini berkaitan dengan ketakutan penyelenggara siaran radio swasta di daerah, kue iklannya bakal terbagi. Lebih-lebih, para pakar maupun praktisi periklanan kini lebih banyak menggunakan konsep komunitas. Artinya, para pemasang iklan beralasan memasang iklan di media yang berbasis komunitas lebih efektif dan efisien untuk produk tertentu.

Dalam catatan kritisnya untuk RUU Penyiaran, pihak Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) mempertanyakan kenapa LPK tidak diperbolehkan menyiarkan iklan, kecuali iklan layanan masyarakat ? Padahal, dalam perspektif dunia periklanan, LPK (seperti radio kampus) justru merupakan pasar yang pas untuk memasarkan produk-produk tertentu. Iklan-iklan yang segmen pasarnya mahasiswa sangat tepat apabila dipromosikan melalui radio kampus.

Terlepas dari itu semua, radio mahasiswa memang harus membumi. Sebagai lembaga penyiaran yang berada di lingkungan institusi pendidikan, tentu saja radio kampus tak bisa lepas dari konsep akademik, ilmiah, kritis, dan peduli terhadap lingkungan dan masyarakat. (Yayat R. Cipasang, pengelola sebuah radio komunitas di Bogor, Jawa Barat, dan peneliti pada Lembaga Kajian Media Massa dan Budaya / hsb)

Peran Radio dalam Demokratisasi Di negara yang bertransisi menuju demokratisasi, radio memegang peranan sangat penting. Mengapa? Karena radio merupakan media elektronik "tertinggi" yang mampu mengadakan debat yang berkelanjutan di antara warga. Lebih penting lagi, diskusi antara warga negara dan para pengambil keputusan. Keuntungan Radio 1. Dapat menjangkau hampir seluruh warga negara dalam masyarakat, dalam setiap waktu, tempat, dan melibatkan siapa saja, bahkan orang buta huruf, di mana saja. 2. Pendengar radio tidak harus tetap di depan layar seperti halnya menonton TV. Ini berarti mendengar radio dapat dilakukan sembari melakukan hal-hal lain, berpindah tempat, tetapi tetap dengan konsentrasi tinggi. Lebih banyak lagi waktu yang dapat dihabiskan untuk mendengarkan, sementara pekerjaan-pekerjaan lain diselesaikan. Semakin banyak pendengar dapat dijangkau, sementara mereka bekerja. 3. Radio adalah media elektronik termurah, baik dari segi pesawat pemancar maupun penerimanya. Ini berarti terdapat ruang untuk lebih banyak stasiun radio, dan lebih banyak pesawat penerima, di dalam sebuah perekonomian nasional. Dibandingkan dengan media lain, biaya yang rendah sama artinya dengan akses kepada pendengar yang lebih besar dan jangkauan lebih luas kepada kaum minoritas. Beragamnya stasiun radio, janganlah, di satu sisi pada dirinya sendiri, menghentikan dampak yang tinggi pada kualitas suatu perdebatan. Hal itu menghendaki pemerintah untuk mengambil tanggung jawab, menyediakan kondisi terbaik, dan kebijakan yang sederhana dan jelas terhadap akses perizinan. Hal ini juga menuntut adanya undang-undang pers dan penyiaran. Dari sisi produksi, komitmen juga dibutuhkan. Mudah mendirikan sebuah stasiun radio komersial, tanpa perspektif yang lebih jauh daripada hanya memutar musik dan iklan. Untuk menjalankan sebuah stasiun radio yang memiliki dampak kepada masyarakat pendengarnya membutuhkan komitmen yang sungguh-sungguh, dalam kepentingan membangun masyarakat. (Unesco / hsb) (red. Trinity Radio 7 Juli 08)

 

Free Visitor Counter
High-Definition Multiplayers